Blogger news

Pages

Senin, 06 Agustus 2012

PERAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA SISWA SD



Assalamu 'alaikum wr. wb......
Jumpa lagi sobat blogger, setelah kemarin-kemarin kita belajar tentang Penelitian Tindakan Kelas, sekarang kita akan belajar tentang peran kecerdasan Emosional pada siswa SD (Sekolah Dasar). Sejak berpuluh-puluh tahun kita percaya bahwa kecerdasan intelektual atau kecerdasan kognitif merupakan segala-galanya dalam kehidupan seseorang, khususnya untuk menentukan kesuksesan hidup seseorang dalam segala bidang. Namun, beberapa tahun belakangan ini pendapat tersebut menjadi tanda tanya besar, lebih-lebih setelah munculnya pendapat bahwa kecerdasan kognitif atau kecerdasan intelektual  saja tidak cukup memberikan sumbangan terhadap keberhasilan baik dalam pendidikan atau pengembangan kualitas kehidupan.

Dahulu banyak para ahli percaya bahwa IQ (Intellegence Quotient) atau kemampuan intelegensi adalah segala-galanya dan menggolongkan emosi sebagai bagian dari intelegensi, dan bukan melihat emosi dan intelegensi sebagai dua hal yang berbeda.
IQ
KLASIFIKASI
130 – ke atas
Sangat Superior / Genius
120 – 129
Superior
110 – 119
Di atas rata-rata
90 – 109
Rata-rata / Normal
80 – 89
Di bawah rata-rata
70 – 79
Perbatasan
50 - 69
Moron / dungu
25 - 49
Imbecile
0 - 24
Idiot
Tabel Klasifikasi Intelegensi

Sebagai mana kita ketahui bahwa  inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. IQ atau singkatan dariIntelligence Quotient, adalah ukuran kecerdasan yang nilainya didapat dari hasil bagi (kuasi) antara kecerdasan kronologis dan kecerdasan mental. Jadi, IQ adalah ukuran untuk menyebutkan nilai kecerdasan, bukan kecerdasan itu sendiri, sedangkan kecerdasan itu tidak hanya dapat dinilai dalam ukuran IQ, bisa bermacam-macam ukuran, tergantung alat tes dan teori yang digunakan..

Sedangkan pengertian kecerdasan emosional (emotional Intellegence) yang pada awalnya dikemukakan oleh Peter Salovey dan John Meyer yang kemudian dipopulerkan oleh David Goleman (1995) terus dirangkum oleh Hedlund danSternberg (2000) bahwa Kecerdasan Emosional adalah kemampuan seseorang untuk memotivasi diri sendiri dan tekun dalam menghadapi frustasi, mengontrol dorongan-dorongan impulsif (dorongan yang timbul berdasarkan suasana hati) dan mampu menunda pemuasannya, mengatur suasana hati sehingga tidak mempengaruhi kemampuan berpikir, berempati.
Definisi ini kemudian disempurnakan oleh Goleman (1998) dalam bukunya Working with Emotional Intellegence sebagai kapasitas untuk mengenal perasaan kita sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri kita, dan untuk mengatur emosi dalam diri kita dan dalam hubungan kita dengan orang lain.




Tanpa kecerdasan emosional yang sehat, seseorang akan mudah dikuasai oleh nafsu yang mengalahkan daya nalar sehingga menjadi emosional dan sering terjadi salah langkah dan akhirnya menyesali perbuatannya. David Goleman (1995) mengemukakan 5 (lima) norma dari kecerdasan emosional yang kemudian diringkas oleh Salovey berdasarkan pandangan intelegensi pribadi dari Gardner, kelima norma kecerdasan emosional tersebut adalah :
  1. Pengenalan emosi diri, menunjukan kesadaran diri atau pengenalan terhadap perasaan yang dialami sehingga mampu mengendalikan kehidupannya.
  2. Pengendalian emosi, menunjukan bagaimana kemampuan untuk mengendalikan emosi yang terlalu dalam yang dapat mengganggu stabilitas kehidupan seseorang agar dapat mencapai keseimbangan.
  3. Memotivasi diri sendiri, yaitu mengatur emosi agar seseorang dapat memusatkan perhatian dan motivasi diri menjadi kreatif dan berusaha untuk mencapai cita-cita atau tujuan hidup.
  4. Mengenali emosi orang lain, yaitu mampu membaca tanda-tanda nonverbal dan mengerti perasaan dan emosi orang lain sehingga mampu menyesuaikan diri dengan sikap dan tindakan yang ditampilkan oleh orang lain.
  5. Mengendalikan hubungan dengan orang lain, yaitu kemampuan untuk menjaga hubungan dengan sesama serta mengenali emosi setiap orang.
Keberhasilan hidup manusia tidak hanya ditentukan oleh bagaimana tingkat kecerdasan intelektualnya. Sepandai-pandainya manusia, jika tidak ditunjang dengan sikap, moral dan kepribadian yang memadai juga tidak akan mencerminkan individu yang sehat dan matang. Mengingat banyaknya tantangan yang akan dihadapi siswa dalam kehidupannya kelak,maka peran orang tua maupun guru perlu memberikan bimbingan dan pengarahan untuk mencerdaskan kemampuan dan emosinya.

Di sekolah kadang kala dijumpai siswa yang berkemampuan kurang atau siswa yang berkemampuan baik. Mereka memiliki kecerdasan jauh di bawah atau di atas rata-rata. Tampaknya hal tersebut perlu dikenal oleh seorang guru, guru harus mampu memberikan rangsangan yang sesuai dengan yang dibutuhkan anak.
(Dari berbagai sumber di google)
Wassalamu 'alaikum wr. wb.

TUJUAN DAN JENIS PENGAJARAN MEMBACA DAN MENULIS






Assalamu 'alaikum wr. wb 

A. TUJUAN PENGAJARAN MEMBACA DAN MENULIS

Tujuan pengajaran membaca dan menulis pada dasarnya ialah memberikan bekal pengetahuan dan kemampuan kepada siswa untuk menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik dan dapat menuliskannya dengan baik dan benar. Secara rinci tujuan pengajaran membaca dan menulis di Sekolah Dasar ialah :
  1. Memupuk dan mengembangkan kemampuan siswa untuk memahami dan melaksanakan cara membaca dan menulis dengan baik dan benar.
  2. Melatih dan mengembangkan kemampuan siswa untuk mengenal dan menulis huruf-huruf (abjad) sebagai tanda bunyi atau suara.
  3. Melatih mengembangkan kemampuan siswa agar terampil mengubah tulisan menjadi suara dan terampil menulis bunyi/suara yang didengarnya.
  4. Mengenalkan dan melatih siswa untuk mampu membaca dan menulis sesuai dengan teknik-teknik tertentu.
  5. Melatih ketrampilan siswa untuk memahami kata-kata yang dibaca atau ditulis dan mengingat artinya dengan baik.
  6. Melatih ketrampilan siswa untuk dapat menetapkan arti tertentu dari sebuah kata dalam konteks kalimat.
  7. Memupuk dan mengembangkan kemampuan siswa untuk memahami, menuliskan, menggunakan dan menikmati keindahan cerita bahasa Indonesia.
  8. Mengungkapkan ide/pesan sederhana secara lisan atau tertulis.


 
B. JENIS PENGAJARAN MEMBACA DAN MENULIS

Secara garis besar jenis pengajaran membaca dan menulis ada 2 (dua), yaitu pengajaran membaca dan menulis permulaan dan pengajaran membaca dan menulis lanjutan (pemahaman).

Pengajaran membaca dan menulis permulaan diberikan di Kelas I bertujuan agar siswa terampil membaca dan menulis. Sedangkan untuk di Kelas II di samping agar siswa terampil membaca dan menulis, juga mengembangkan pengetahuan bahasa dan ketrampilan berbahasa yang diperlukan siswa untuk menghadapi pelajaran di Kelas III, IV, V dan VI. Untuk memahami istilah dan ungkapan baru tersebut diperlukan pengetahuan bahasa dan ketrampilan berbahasa yang memadai.

Pengajaran membaca permulaan di kelas I dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu membaca buku permulaan tanpa buku dan membaca permulaan dengan buku. Membaca buku permulaan tanpa buku diberikan dengan pertimbangan agar siswa yang baru masuk sekolah tidak langsung dibebani dengan masalah-masalah yang memberatkan dirinya, maka dari itu siswa hanya dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan :
  • menyimak cerita guru
  • tanya jawab dengan guru
  • memperhatikan gambar yang diperlihatkan guru
  • membicarakan bunyi
  • menemukan tanda bunyi
  • membaca kalimat
  • melihat dengan kalimat
  • menemukan bagian-bagian kalimat
  • dan sebagainya....
Waktu yang diperlukan untuk pengajaran membaca dan menulis permulaan tanpa buku Maksimal 8-10 minggu. Dalam situasi yang memungkinkan waktu tersebut dapat dipersingkat. Sisa waktu dari semester 1 (semester ganjil) digunakan untuk berlatih membaca buku.

Wassalamu 'alaikum wr. wb.

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN


Assalamu 'alaikum wr. wb.
Dalam melaksanakan pengajaran membaca dan menulis permulaan, ada beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang Guru, antara lain :
1. Tingkat Perkembangan Anak
Perkembangan antara anak yang satu dengan yang lain pasti berbeda-beda, baik secara fisik maupun psikis. Ada yang perkembangannya cepat, sedang dan ada yang lambat. Anak Usia Sekolah Dasar pada umumnya mempunyai kecenderungan untuk meniru serta besar sekali keingintahuan terhadap sesuatu.Selain itu pada anak usia tersebut terdapat potensi yang besar untuk mengembangkan minat, bakat dan kemampuan. Oleh karena itu guru sebagai pendidik hendaknya dapat memanfaatkan kesempatan itu untuk membangkitkan minat, bakat dan kemampuan anak dengan memberikan dorongan serta bimbingan yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangannya.

2. Tingkat Kesiapan Anak
Tingkat kesiapan anak dalam menerima pelajaran berbeda-beda. Anak Kelas 1 (satu) yang berasal dari TK (Taman Kanak-kanak) atau dari PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) tentu lebih siap menerima pelajaran daripada anak yang sama sekali belum bersekolah. Untuk itulah guru hendaknya memberikan perhatian khusus kepada anak yang belum siap agar segera dapat menyesuaikan diri. Sedangkan anak yang sudah siap hendaknya diberi kegiatan tambahan.

Setiap mengajar hendaknya guru berpedoman pada Kurikulum program pembelajaran. Demikian dalam mengajar membaca dan menulis, guru juga harus berpedoman pada Kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia, khususnya tentang pengajaran membaca dan menulis.

Dalam mengajar Bahasa Indonesia tentang membaca dan menulis, guru berorientasi pada Tujuan Pembelajaran. Tujuan yang tertulis dalam Kurikulum masih bersifat umum, oleh karena itu perlu dijabarkan lebih lanjut dalam tujuan-tujuan khusus dalam Kompetensi Dasar dan Indikator pembelajaran sehingga memudahkan pencapaian serta dapat diukur oleh guru itu sendiri dan dituangkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

5. Sumber Bahan Pembelajaran
Bahan pengajaran diambil dari buku-buku terbitan Depdiknas dan buku-buku lain terbitan dari swasta yang telah mendapat ijin dari Kemdiknas tentunya. Guru juga dapat mengembangkan sendiri dengan syarat serta memenuhi kriteria  :
  • Bahan harus memupuk jiwa dan moral Pancasila.
  • Sesuai dengan taraf perkembangan anak.
  • Bermanfaat bagi siswa.
  • Sesuai dengan perkembangan Ilmu yang terbaru.
  • Dapat dikorelasikan dengan mata pelajaran yang lain.
  • Memenuhi Tujuan Pendidikan Nasional.
  • Menanamkan rasa kebangsaan.
  • Mendukung Tujuan Pembangunan Nasional.
6. Alat Peraga / Perlengkapan
Alat peraga / perlatan yang menunjang keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Misalnya : kartu gambar, kartu nama, kartu huruf, kartu kata, kartu kalimat, kartu suku kata,gambar, dan lain-lain.

7. Keaktifan Siswa.
Guru adalah pencipta kegiatan belajar siswa, aktifitas siswa diharapkan lebih banyak dari pada guru. Seperti pepatah " saya mendengar saya lupa, saya melihat saya ingat, dan saya mengerjakan saya mengerti.

8. Sikap membaca dan menulis yang benar.
Antara lain :
  • Sikap duduk yang benar.
  • Penerangan/cahaya yang baik.
  • Letak buku yang baik.
  • Cara memegang pensil ketika menulis
9. Metode pengajaran membaca dan menulis permulaan.
Antara lain :
  • Metode abjad.
  • Metode bunyi.
  • Metode suku kata.
  • Metode kata lembaga.
  • Metode global.
  • Metode SAS (Struktural Analitik dan Sintesis)
Demikian, semoga bermanfaat.
Wassalamu 'alaikum wr. wb.

BAKAT DAN KREATIFITAS ANAK SD




Sebagaimana halnya Minat, setiap anak mempunyai bakat yang berbeda-beda. Ada yang berbakat music, melukis, menari, olahraga, mengoperasikan komputer dan lain-lain. Sementara perbedaan bakat juga terletak pada tingkat pemilikan bakatnya. Misalnya, 2 anak yang sama-sama bakat melukis, pasti anak yang satunya lebih menonjol dan lebih menguasai dari anak yang lainnya. Demikian pula dengankreatifitas anak berbeda-beda. Ada yang kreatif dengan ide-ide verbal, tetapi ada pula anak yang kraetif dengan ide-ide grafis.

A. Bakat.

Dalam Kapita Selekta Pendidikan SD bahwa bakat adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu tugas tanpa banyak ketergantungan kepada latihan. Utami Munandar (1987) mengemukakan bahwa bakat merupakan kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud.Sarwono (1986) mengemukakan bahwa bakat adalah Kondisi di dalam diri seseorang yang memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai kecakapan, pengetahuan dan ketrampilan khusus. Dengan demikian, bakat merupakan potensi yang ada dalam diri seseorang yang perlu dilatih dan dikembangkan karena tanpa latihan dan pengembangan maka bakat yang ada dalam diri seseorang tidak akan terwujud.

Utami Munandar (1987) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menentukan sejauh mana bakat anak dapat terwujud. Faktor-faktor tersebut antara lain :

1. Faktor dalam diri anak.

Anak yang mempunyai keinginan besar untuk mewujudkan bakatnya dalam suatu prestasi, ia pasti ingin menjadi juara. Seberapa besar keuletan anak menghadapi tantangan, dan bagaimana motivasinya, yang penting ia dapat memenangkannya.

2. Faktor keadaan lingkungan.

Sarana dan prasarana yang tersedia, dukungan besar dan dorongan dari orang tua, serta bagaimana kehidupan sosial ekonomi orang tua maupun tempat tinggal anak, dapat mempengaruhi anak dalam mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan bakatnya.


B. Kreatifitas.
Kreatifitas merupakan kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi dan unsur-unsur yang ada ( Utami Munandar : 1987 ). Umumnya kebanyakan orang mengartikan kreatifitas sebagai daya cipta, khususnya mengenai hal-hal baru. Utami Munandar (1987) menyebutkan bahwa secara operasional kreatifitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (memperkaya, mengembangkan, dan merinci) suatu gagasan untuk menunjukan sejauh mana ide yang dihasilkan benar-benar original.

Kreatifitas menurut konsep atau pendekatan 4 P, merupakan suatu pendekatan yang melihat kreatifitas dari segi Pribadi (dimiliki setiap orang walau berbeda-beda kadarnya), Pendorong (press) dimana lingkungan memiliki andil memberikan rangsangan agar kreatifitas dapat terwujud, Proses (sesuatu yang diperlukan untuk melihat bagaimana suatu kreatifitas dapat tercapai) dan Produk kreatifitas (hasil kreatifitas yang diharapkan dapat dinikmati oleh lingkungannya dan bermakna bai yang bersangkutan.

Kemampuan kreatifitas seseorang sangat tergantung dari faktor dalam dan luar diri. Oleh karena itu, sebagaimana layaknya bakat dan minat, kemampuan kreatifitas seseorang perlu dikembangkan. Sumber-sumber kreatifitas seperti kognitif,kepribadianmotivasional dan lingkungan perlu dikembangkan semaksimal mungkin oleh pihak orang tua (keluarga), dan guru. Dengan mengetahui sumber-sumber ini, kita dapat menciptakan suatu lingkungan proses belajar mengajar yang merangsang kemampuan berpikir kreatif anak. Namun demikian, yang perlu diperhatikan adalah kita tidak bisa menitikberatkan kreatifitas seseorang itu hanya melalui produknya saja, justru yang terpenting dalam kreatifitas adalah prosesnya, karena disitulah kita dapat melihat bagaimana muncul keunikan ide seseorang.

Ketika Musim Tahun Ajaran Baru Tiba

 Euforia back to school biasanya selalu terlihat pada anak-anak di awal tahun ajaran baru. Seragam, kelas dan teman-teman baru. Tapi bagi sebagian besar siswa, tahun ajaran baru adalah momok. Sebab para siswa dihantui oleh pungutan sana-sini dan biaya ini-itu yang biasanya juga meramaikan tahun ajaran baru.
Fenomena yang semakin biasa terlihat menjelang tahun ajaran baru adalah ramainya lembaga Pegadaian. Pernyataan ini diamini oleh Kepala Humas PT Pegadaian (Persero) Kanwil Medan - Lintong Parulian Panjaitan. Jelang tahun ajaran baru banyak orang tua di Medan menggadaikan barang berharga untuk biaya sekolah putra-putri mereka. Hal ini terlihat hampir di seluruh kantor Pegadaian di Kota Medan. 

"Sebagai upaya agar masyarakat bisa memenuhi kebutuhan biaya pendidikan, PT Pegadaian Kanwil Medan telah menyiapkan dana sebesar Rp700 miliar untuk wilayah Sumut dan Aceh. Dana sebesar itu kita persiapkan untuk menyahuti permintaan uang pinjaman sistem gadai menjelang tahun ajaran baru," katanya (29/5). Menurutnya, peningkatan jumlah nasabah telah terasa sejak awal Mei dengan peningkatan pengajuan pinjaman yang mencapai 300 transaksi per hari atau meningkat sebesar 50 persen dibandingkan hari biasa. Dari sekian banyak transaksi, 90 persen menggadaikan emas sebagai jaminan, sisanya berupa barang elektronik dan kendaraan bermotor. Dia memperkirakan peningkatan itu akan terus terjadi hingga akhir Juni nanti.

Dari SD hingga PT

Pemerintah mengklaim telah membuat sekolah gratis. Nyatanya, program itu tidak didukung anggaran yang memadai. Selama ini, pemerintah mengandalkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) padahal dana tersebut hanya mampu menutupi 30 persen biaya pendidikan. Tak heran jika pihak sekolah pontang-panting mencari akal untuk menutupi kekurangan biaya. Banyak kepala sekolah yang mengeluh karena dana BOS tak mencukupi. 

Koordinator Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan menjelaskan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Balitbang Depdiknas, untuk menuju sekolah gratis dibutuhkan dana sebesar Rp 1,8 juta per siswa SD per tahun dan Rp 2,7 juta per siswa SMP per tahun. Sementara dana BOS yang disediakan pemerintah di kota masih berkisar Rp 400.000 per siswa SD per tahun dan Rp 397.000 per siswa SD di kabupaten. Untuk siswa SMP di kota diberikan dana Rp 575.000 per tahun dan Rp 570.000 per siswa SMP per tahun di kabupaten. Dengan demikian orang tua murid SD masih harus menanggung biaya sebesar Rp 1,4 juta dan Rp 2 juta untuk orang tua murid SMP. 

Di beberapa daerah telah menjadi wacana sekolah akan memfasilitasi para orang tua murid yang ingin berpartisipasi dalam menutupi defisit biaya operasional ini. Para orang tua diberikan kesempatan menyumbang sejumlah dana kepada pihak sekolah dengan nominal yang tidak terbatas. Rencana ini terlihat solutif, tapi dapat memunculkan kohesi internal. Murid yang orangtuanya menyumbangkan dana besar, tentu mendapat perhatian istimewa dari pihak sekolah. Hal ini akan membuat timpang suasana belajar-mengajar. 

Belum ditambah dengan tersendat-sendatnya pencairan dana BOS yang membuat pihak sekolah menjadi serba salah untuk menangani operasionalnya. Meminta pungutan dari orang tua murid khawatir dituding melanggar brand gratis seperti yang digembor-gemborkan pemerintah. Namun bila tidak begitu, fasilitas pelayanan anak didik menjadi terabaikan. Oleh karena itu, Komite Sekolah biasanya dijadikan bemper untuk menyelesaikan masalah sensitif ini. Pungutan seperti seragam, buku, alat sekolah, biaya praktikum, LKS, uang komputer, bayar ulangan, biaya les tambahan, dan sebagainya tetap terjadi meksipun siswa dibebaskan SPP.

Sementara itu, anggaran pelaksanaan wajib belajar sebesar Rp 31 triliyun justru merambat ke hampir seluruh direktorat pendidikan seperti Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik Tenaga Kependidikan (PMPTK) dan Sekretariat Jenderal. Berdasarkan data yang dihimpun ICW sepanjang tahun 2008 terdapat 36 kasus korupsi di tubuh Depdiknas. Alhasil, negara rugi 134,2 milyar. Pelaku korupsi didominasi oleh dinas pendidikan dengan modus mark up dan penyalahgunaan keuangan. Kondisi ini sangat memilukan mengingat dana yang minim masih harus disunat disana-sini.

Maka program sekolah gratis itu tidak efektif mengentaskan anak-anak dari jalanan. Justru jumlah anak yang putus sekolah semakin meningkat. Data Kompas 2011 menyebutkan tak kurang dari setengah juta anak SD putus sekolah sehingga angka melek huruf anak Indonesia berada pada titik yang mengkhawatirkan, 2 juta siswa setingkat SMP terancam putus sekolah dan 77% tidak mampu melanjutkan ke tingkat SMA. Mereka banyak di lingkungan sekitar kita, mungkin tetangga atau bahkan saudara kita sendiri.

Tidak berbeda dengan nasib para calon mahasiswa yang ingin mendaftar di sebuah perguruan tinggi. Praktek "jual beli" kursi sangat terasa di beberapa kampus besar. Di kampus seperti UI, ITB dan UGM, biaya setoran awal untuk mendapatkan sebuah bangku bisa mencapai ratusan juta rupiah. Tahap seleksi mahasiswa juga menjadikan besaran sumbangan orang tua sebagai tolak ukur. Semakin besar dana pembangunan yang mampu disetorkan orang tua, semakin besar pula kemungkinan mahasiswa untuk mendapat jatah bangku. Sementara seleksi melalui SNMPTN dimana para mahasiswa murni bersaing secara intelegensia, hanya memiliki proporsi kecil dalam kuota penerimaan mahasiswa baru.

Buah Liberalisasi Pendidikan

Biaya pendidikan yang melangit tidak lepas dari paradigma yang digunakan sebagai landasan pijaknya.

Sistem pendidikan dibangun di atas paradigma kapitalistik-sekuler sehingga menganggap pendidikan bukanlah hak mendasar dari setiap warganya tetapi sebagai mesin pencetak uang. 

Liberalisme pendidikan telah menyebabkan disorientasi pendidikan, dari upaya mencerdaskan seluruh rakyat menjadi pemerasan uang rakyat untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam kerangka profit. Padahal pendidikan sebagaimana sandang, pangan dan papan termasuk kebutuhan primer yang mutlak harus dipenuhi. 

Para kapital tidak pernah berhenti mengepung pendidikan Indonesia dengan arus liberalisasi. Setelah gagal meloloskan UU BHP, mereka berupaya menggolkan RUU PT yang senafas dengan undang-undang sebelumnya; mengkomersialisasi kampus layaknya badan usaha yang profit oriented, otonomisasi pengelolaan keuangan dan mengundang kapital asing untuk ikut bersaing dalam bisnis pendidikan Indonesia (pasal 114 ayat 1 RUU PT). Oleh karena itu, sudah bermunculan lembaga-lembaga jasa pendidikan asing dari Australia, AS, Jepang, Cina, Korea dan Selandia Baru. Mereka telah memasuki pendidikan tinggi, pendidikan seumur hayat, pendidikan vocational dan profesi. 

Keberadaan pendidikan tinggi asing ini ibarat oase di tengah seretnya penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) Indonesia. Mendikbud, Mohammad Nuh, seperti dilansir Okezone menyatakan akan menaikkan target PNBP dari perguruan tinggi asing (PTA) dan badan usaha perguruan tinggi (BUPT) dari 12% per tahun menjadi 30% per tahun. Oleh karena itu, pemerintah gembira masuknya PTA dan terobsesi untuk segera ketuk palu RUU PT.

Di tingkat SD dan SMP, kita sudah melihat konsep sekolah berstatus RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional). Tentu saja sekolah ini tidak diperuntukkan bagi siswa miskin. Sebab atas nama mutu internasional, wali murid harus menebus bangku kosong seharga Rp 30-60 juta, sedangkan biaya bulanannya mencapai Rp 1,5-2 juta. Belum ditambah pungutan ini-itu yang dilegalkan oleh negara. Sebagian dana operasionalnya ditanggung negara dalam block grant fund dengan nominal Rp 300-600 juta per tahun yang diambil dari APBN. 

Penutup 

Pendidikan adalah hak warga negara. Tetapi mengharapkan hak diberikan secara adil dari negara berkarakter kapitalistik-sekular ibarat mencabut bayangan dari dalam cermin. Pendidikan Islam memiliki pandangan yang berlawanan dengan pendidikan kapitalistik sekular. 

Namun pendidikan Islam membutuhkan konsep kenegaraan baru yang akan menjalankan fungsinya sebagai pengurus umat secara paripurna, adil dan mensejahterakan. ***

Penulis Alumni FE Unimed dan Aktivis Muslimah HTI 

About ME

Foto Saya
Parepare, Sulawesi Selatan, Indonesia
Perkenalkan Nama saya Muhammad Ainun Anwar . TTL : Parepare, 7 Juni 2000. Saya Bersekolah Di SMA NEGERI 1 PAREPARE dan aktif berorganisasi yaitu Ambalan Pramuka . saya juga merupakan salah satu anggota dari PURNA BAKTI HANUN SCOUT SMP NEGERI 4 Parepare '' Saya tidak di lahirkan dengan otak yang cerdas, saya memerlukan waktu yang lebih lama untuk memahami sesuatu di bandingkan dengan otak manusia pada umum nya :( ''