Assalamu 'alaikum wr. wb......
Jumpa lagi sobat blogger, setelah kemarin-kemarin kita belajar tentang Penelitian Tindakan Kelas, sekarang kita akan belajar tentang peran kecerdasan Emosional pada siswa SD (Sekolah Dasar). Sejak berpuluh-puluh tahun kita percaya bahwa kecerdasan intelektual atau kecerdasan kognitif merupakan segala-galanya dalam kehidupan seseorang, khususnya untuk menentukan kesuksesan hidup seseorang dalam segala bidang. Namun, beberapa tahun belakangan ini pendapat tersebut menjadi tanda tanya besar, lebih-lebih setelah munculnya pendapat bahwa kecerdasan kognitif atau kecerdasan intelektual saja tidak cukup memberikan sumbangan terhadap keberhasilan baik dalam pendidikan atau pengembangan kualitas kehidupan.
Dahulu banyak para ahli percaya bahwa IQ (Intellegence Quotient) atau kemampuan intelegensi adalah segala-galanya dan menggolongkan emosi sebagai bagian dari intelegensi, dan bukan melihat emosi dan intelegensi sebagai dua hal yang berbeda.
IQ
|
KLASIFIKASI
|
130 – ke atas
|
Sangat Superior / Genius
|
120 – 129
|
Superior
|
110 – 119
|
Di atas rata-rata
|
90 – 109
|
Rata-rata / Normal
|
80 – 89
|
Di bawah rata-rata
|
70 – 79
|
Perbatasan
|
50 - 69
|
Moron / dungu
|
25 - 49
|
Imbecile
|
0 - 24
|
Idiot
|
Tabel Klasifikasi Intelegensi
Sebagai mana kita ketahui bahwa inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. IQ atau singkatan dariIntelligence Quotient, adalah ukuran kecerdasan yang nilainya didapat dari hasil bagi (kuasi) antara kecerdasan kronologis dan kecerdasan mental. Jadi, IQ adalah ukuran untuk menyebutkan nilai kecerdasan, bukan kecerdasan itu sendiri, sedangkan kecerdasan itu tidak hanya dapat dinilai dalam ukuran IQ, bisa bermacam-macam ukuran, tergantung alat tes dan teori yang digunakan..
Sedangkan pengertian kecerdasan emosional (emotional Intellegence) yang pada awalnya dikemukakan oleh Peter Salovey dan John Meyer yang kemudian dipopulerkan oleh David Goleman (1995) terus dirangkum oleh Hedlund danSternberg (2000) bahwa Kecerdasan Emosional adalah kemampuan seseorang untuk memotivasi diri sendiri dan tekun dalam menghadapi frustasi, mengontrol dorongan-dorongan impulsif (dorongan yang timbul berdasarkan suasana hati) dan mampu menunda pemuasannya, mengatur suasana hati sehingga tidak mempengaruhi kemampuan berpikir, berempati.
Definisi ini kemudian disempurnakan oleh Goleman (1998) dalam bukunya Working with Emotional Intellegence sebagai kapasitas untuk mengenal perasaan kita sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri kita, dan untuk mengatur emosi dalam diri kita dan dalam hubungan kita dengan orang lain.
Tanpa kecerdasan emosional yang sehat, seseorang akan mudah dikuasai oleh nafsu yang mengalahkan daya nalar sehingga menjadi emosional dan sering terjadi salah langkah dan akhirnya menyesali perbuatannya. David Goleman (1995) mengemukakan 5 (lima) norma dari kecerdasan emosional yang kemudian diringkas oleh Salovey berdasarkan pandangan intelegensi pribadi dari Gardner, kelima norma kecerdasan emosional tersebut adalah :
- Pengenalan emosi diri, menunjukan kesadaran diri atau pengenalan terhadap perasaan yang dialami sehingga mampu mengendalikan kehidupannya.
- Pengendalian emosi, menunjukan bagaimana kemampuan untuk mengendalikan emosi yang terlalu dalam yang dapat mengganggu stabilitas kehidupan seseorang agar dapat mencapai keseimbangan.
- Memotivasi diri sendiri, yaitu mengatur emosi agar seseorang dapat memusatkan perhatian dan motivasi diri menjadi kreatif dan berusaha untuk mencapai cita-cita atau tujuan hidup.
- Mengenali emosi orang lain, yaitu mampu membaca tanda-tanda nonverbal dan mengerti perasaan dan emosi orang lain sehingga mampu menyesuaikan diri dengan sikap dan tindakan yang ditampilkan oleh orang lain.
- Mengendalikan hubungan dengan orang lain, yaitu kemampuan untuk menjaga hubungan dengan sesama serta mengenali emosi setiap orang.
Keberhasilan hidup manusia tidak hanya ditentukan oleh bagaimana tingkat kecerdasan intelektualnya. Sepandai-pandainya manusia, jika tidak ditunjang dengan sikap, moral dan kepribadian yang memadai juga tidak akan mencerminkan individu yang sehat dan matang. Mengingat banyaknya tantangan yang akan dihadapi siswa dalam kehidupannya kelak,maka peran orang tua maupun guru perlu memberikan bimbingan dan pengarahan untuk mencerdaskan kemampuan dan emosinya.
Di sekolah kadang kala dijumpai siswa yang berkemampuan kurang atau siswa yang berkemampuan baik. Mereka memiliki kecerdasan jauh di bawah atau di atas rata-rata. Tampaknya hal tersebut perlu dikenal oleh seorang guru, guru harus mampu memberikan rangsangan yang sesuai dengan yang dibutuhkan anak.
(Dari berbagai sumber di google)
Wassalamu 'alaikum wr. wb.