Kasus 1, Seorang guru SLTP swasta bercerita, ketika dia mengikuti pembekalan para pengawas UN di sebuah daerah, ketika itu pimpinan gabungan-gabungan sekolah swasta mengarahkan agar para bapak/ibu guru jangan banyak bicara jika di ruang UN ada kejadian apapun. Bukankah bapak/ibu guru juga berkeinginan jika anak-anaknya lulus? Ini artinya kepala sekolah telah mengisyaratkan bahwa UN itu akan bocor, terlepas melalui jalan apapun, karena pada kenyataannya tidak semua guru di sebuah sekolah diajak curang oleh kepala sekolahnya.
Kasus 2, Dalam sebuah rapat guru menjelang UN berlangsung, kepala sekolah memberikan arahan agar dalam UN nanti kita ikut “menyukseskan”, karena kita juga menginginkan anak-anak kita lulus UN. Ketika ada seorang guru yang menyampaikan keberatan atas praktik kecurangan yang akan dilancarkan di UN nanti, sang kepala sekolah pun berang dan tidak mau terima. Bahkan dia menyampaikan, jangankan di dunia, di akhiratpun dia berani bertanggung jawab jika kecurangan ini harus menjadi dosa.
Kasus 3, Para peserta UN disuruh datang ke sekolah, ada juga yang datang ke rumah guru, kepala sekolah diantaranya. Sepagi mungkin, kira-kira pukul 05.30, mereka diberi kunci jawaban, walaupun tidak semuanya, yang jelas kunci jawaban tersebut dijamin benar dan bisa memenuhi nilai minimal sesuai dengan bidang studinya. Para pengawas pun tidak bisa berbuat apa-apa, karena para kepala sekolah mereka sudah mengingatkan jauh-jauh hari sebelumnya, untuk tidak “mempersoalkan” anak-anak yang melihat kunci jawaban.
Kasus 4, Ketika UN sudah dilaksanakan, pihak sekolah meminta kepada para pengawas, bahwa amplop lembar jawaban akan dilem diruangan kepala sekolah. Kepala sekolah pun sudah mempesiapkan beberapa guru yang akan menghapus jawaban salah pada lembar jawaban milik peserta didiknya, dan menggantinya dengan jawaban yang benar
0 komentar:
Posting Komentar